1. Teori Hipocrates
Teori Hipocrates menyatakan bahwa
sebuah penyakit terjadi karena faktor lingkungan seperti udara, tanah, cuaca
dan air. Bapak kedokteran dunia, Hipocrates (460-377 SM), berhasil membebaskan
hambatan filosofis yang bersifat spekulatif superstitif (tahayul) dalam
mengartikan terjadinya penyakit pada zamannya. Hipocrates menyebutkan 2 teori
asal terjadinya penyakit yaitu, pertama, penyakit terjadi karena adanya kontak
dengan jasad hidup, dan kedua, penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal
maupun internal seseorang. Kedua teori tersebut termuat dalam bukunya yang
berjudul “On Airs, Water and Places”.
Hipocrates merupakan orang yang sama
sekali tidak mempercayai hal-hal yang berbau tahayul, ia meyakini bahwa
penyakit terjadi karena proses alamiah belaka. Ia juga mengatakan bahwa masalah
lingkungan dan perilaku penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit pada
masyarakat.
2. Teori Contangion
Teori ini adalah teori yang paling
sederhana, bahwa panyakit berasal dari kontak langsung antar penyakit seperti
penyakit cacar dan herpes. Kontak langsung ini dapat berupa lewat media kulit
(panu), melalui jarak jauh (udara/bersin), bersinggunangan dengan penyakitnya
dan zat penular lainnya (kontangion).
Konsep teori contangion dicetuskan
oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553) yang mengatakan bahwa penyakit ditularkan
dari satu orang ke orang lainnya melalui zat penular (transference) yang
disebut kontangion. Girolamo membedakan 3 macam kontangion, yaitu pertama,
jenis kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung (bersentuhan,
berciuman, hubungan seksual), kedua, jenis kontangion yang menular melalui
benda-benda perantara (benda tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih
dan kemudian menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk dan
sapu tangan, ketiga, jenis kontangion yang dapat menularkan dengan jarak jauh.
3. Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Timbulnya penyakit adalah berasal
dari uap sisa hasil pembusukan makhluk hidup, barang yang membusuk atau dari
buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara dan dipercaya sebagai
mengambil bagian dalam proses penyebaran penyakit. Konsep ini muncul pada
sekitar abad 18-19.
Waktu itu, ada kepercayaan bahwa
bila seseorang menghirup miasma, maka ia akan terkena penyakit. Pencegahannya
dapat dilakukan dengan menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari, karena
orang percaya udara malam cenderung mengandung miasma. Kemudian, kebersihan
juga dianggap hal penting untuk dapat mencegah/menghindari miasma tersebut.
Saat ini cara sanitasi yang dilakukan sangat efektif mengurangi tingkat
kematian.
4. Teori Kuman (Germ Theory)
Teori ini menyatakan bahwa penyebab
penyakit adalah berasal dari kuma. Para ilmuan saat itu diantaranya Louis
Pasteur (1822-1895), Robert Koch (1843-1910) dan Ilya Mechnikov (1845-1016)
mengatakan bahwa mikroba merupakan etiologi penyakit.
Pengamatan Louis Pasteur pada
fermentasi anggur adalah salah satu bukti konsep teori Kuman. Ia menemukan proses
pasteurisasi dalam melakukan fermentasi tersebut, yaitu dengan cara memanasi
cairan anggur hingga temperature tertentu sampai kuman yang tak diinginkan
menyebabkan kegagalan fermntasi mati tapi cairan anggur tidak rusak. Temuan
lainnya yang mengesankan adalah adanya virus rabies dalam organ saraf anjing,
dan berhasil menemukan vaksin anti rabies. Untuk itulah Louis Pasteur dijuluki
Bapak Teori Kuman.
Tokoh lainnya adalah Robert Koch.
Temuannya dikenal dengan “Postulat Koch” yang terdiri dari, pertama, kuman
harus dapat ditemukan pada semua hewan yang sakit, tidak pada yang sehat,
kedua, kuman dapat diisolasi dan dibuat biakannya, ketiga, kuman yang dibiakkan
dapat ditularkan secara sengaja pada hewan yang sehat dan menimbulkan penyakit
yang sama, dan keempat, kuman tersebut harus bisa diisolasi ulang dari hewan
yang diinfeksi.
Teori yang dikembangkan oleh John
Gordon ini menggambarkan hubungan 3 komponen penyebab penyakit yaitu host, agen
dan lingkungan (dibentuk segitiga). Agen merupakan entitas yang diperlukan
untuk mengakibatkan penyakit pada host yang rentan. Agen dapat bersifat
biologis (parasit, bakteri, virus), juga dapat bersifat bahan kimia (racun,
alkohol, asap), fisik (trauma, radiasi, kebakaran), atau gizi (defisiensi,
kelebihan). Agen memiliki sifat, pertama, infektivitas yaitu kemampuan agen
untuk mengakibatkan infeksi pada host yang rentan, kedua, patogenitas yaitu
kemampuan agen untuk menyebabkan penyakit pada host, dan ketiga virulensi yaitu
kemampuan agen untuk menimbulkan berat ringan suatu penyakit pada host.
Host merupakan manusia atau
organisme yang rentan oleh adanya agen. Faktor internal host meliputi umur,
jenis kelamin, ras, agama, adat pekerjaan dan profil genetik. Lingkungan adalah
kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agen atau host, tetapi
dapat mendukung masuknya agen ke dalam host dan menimbulkan penyakit.
6. Jala-jala Kausasi (The Web of
Causation)
Pencetus teori ini adalah MacMahon
dan Pugh (1970). Konsepnya adalah setiap panyakit tidak hanya tergantung kepada
sebuah faktor penyebab, melainkan tergantung kepada sejumlah faktor dalam
rangkaian proses sebab akibat. Terdapat faktor sebagai promotor da nada pula
sebagai inhibitor. Semua faktor secara klektif dapat membentuk “web of
causation” dimana setiap penyebab saling terkait satu sama lain. Perubahan pada
salah satu faktor dapat berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit.
Kejadian penyakit pada suatu populasi mungkin disebabkan oleh gejala yang sama
(phenotype), mikroorganisme, abnormalitas genetik, struktur social, perilaku,
lingkungan, tempat kerja, dan faktor lainnya yang berhubungan. Sehingga,
timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada
berbagai titik.
7. Model Roda (The Wheel Causation)
Teori ini menggambarkan hubungan
manusia dan lingkungannya sebagai roda. Roda tersebut terdiri atas manusia
dengan substansi genetic pada bagian intinya, dan lingkungan biologis, social,
fisik, mengelilingi manusianya. Ukuran komponen roda bersifat relatif,
tergantung problem spesifik penyakit yang bersangkutan. Contoh pada penyakit
herediter, proporsi inti genetik relatif lebih besar, sedang pada penyakit
campak status imunitas manusia dan lingkungan biologis lebih penting daripada faktor
genetik. Peranan lingkunagn social lebih besar dari yang lainnya dalam hal
stress mental, sebaliknya pada penyakit malaria peran lingkungan biologis lebih
besar.
Sumber:
Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sumber:
Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Martini. Modul Materi Dasar
Epidemiologi semester 3.Semarang.
2010



0 komentar:
Posting Komentar