1. EPIDEMI
Infovet.
2003. Necrotic Enteritis bukan penyakit
baru. Infovet Ed. 105. April 2003.
Kenaikkan kejadian suatu penyakit
yang berlangsung cepat dan dalam jumlah insidens yang diperkirakan. Contohnya : Filariasis.
jenis epidemic yang di kenal:
- Common sours (exposure) epidemics, karena adanya satu sumber penularan.
- Propagated (progressive) epidemic, karena adanya banyak sumber penularan akibat person to person transmission.
jenis epidemic yang di kenal:
- Common sours (exposure) epidemics, karena adanya satu sumber penularan.
- Propagated (progressive) epidemic, karena adanya banyak sumber penularan akibat person to person transmission.
Fenomena Filariasis :
Filariasis merupakan salah satu penyakit yang
termasuk endemis di Indonesia. Seiring dengan terjadinya perubahan pola
penyebaran penyakit di negara-negara sedang berkembang, penyakit menular masih
berperan sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian. Salah satu penyakit
menular adalah penyakit kaki gajah (Filariasis). Penyakit ini merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Di dalam tubuh
manusia cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe),
dapat menyebabkan gejala klinis akut dan gejala kronis. Penyakit ini ditularkan
melalui gigitan nyamuk. Akibat yang ditimbulkan pada stadium lanjut (kronis)
dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidupnya berupa pembesaran kaki (seperti
kaki gajah) dan pembesaran bagian bagian tubuh yang lain seperti lengan,
kantong buah zakar, payudara dan alat
kelamin wanita.
Di Indonesia penyakit kaki gajah pertama kali ditemukan di Jakarta pada tahun 1889. Berdasarkan rapid mapping kasus klinis kronis filariasis tahun 2000 wilayah Indonesia yang menempati ranking tertinggi kejadian filariasis adalah Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah kasus masing-masing 1908 dan 1706 kasus kronis. Menurut Barodji dkk (1990 –1995) Wilayah Kabupaten Flores Timur merupakan daerah endemis penyakit kaki gajah yangdisebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia timori. Selanjutnya oleh Partono dkk (1972) penyakit kaki gajah ditemukan di Sulawesi. Di Kalimantan oleh Soedomo dkk (1980) Menyusul di Sumatra oleh Suzuki dkk (1981) Sedangkan penyebab penyakit kaki gajah yang ditemukan di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra tersebut adalah dari spesies Brugia malayi.
Di Indonesia penyakit kaki gajah pertama kali ditemukan di Jakarta pada tahun 1889. Berdasarkan rapid mapping kasus klinis kronis filariasis tahun 2000 wilayah Indonesia yang menempati ranking tertinggi kejadian filariasis adalah Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah kasus masing-masing 1908 dan 1706 kasus kronis. Menurut Barodji dkk (1990 –1995) Wilayah Kabupaten Flores Timur merupakan daerah endemis penyakit kaki gajah yangdisebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia timori. Selanjutnya oleh Partono dkk (1972) penyakit kaki gajah ditemukan di Sulawesi. Di Kalimantan oleh Soedomo dkk (1980) Menyusul di Sumatra oleh Suzuki dkk (1981) Sedangkan penyebab penyakit kaki gajah yang ditemukan di Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra tersebut adalah dari spesies Brugia malayi.
Filariasis
merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya sempat
ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis
khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et
al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia
pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui
bagaimana perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi
di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu
tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26
Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Upaya
pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata.
Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan
mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan
serta rehabilitasinya.
2. PANDEMI
Pandemi
adalah Penyakit
yang berjangkit menjalar ke beberapa Negara atau seluruh benua. Contohnya : H1N1 2009
(Flu Babi)
Fenomena
Pandemi :
Virus flu A/H1N1 muncul di Meksiko pada bulan Maret,
2009 dan menyebar ke seluruh dunia pada kecepatan yang belum pernah terjadi
sebelumnya, jauh lebih cepat daripada pandemi lainnya dalam sejarah. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melewati pandemi lainnya yaitu memerlukan
lebih dari enam bulan untuk menyebar secara luas, sedangkan penyebaran virus
H1N1 hanya memerlukan waktu kurang dari enam minggu.
Sekarang penyebaran H1N1 global telah mereda di
sebagian besar wilayah, oleh karena itu, tetap harus menggunakan kesempatan ini
untuk mengambil keuntungan dan belajar dari pengalaman.
Kita juga tidak lupa bahwa wabah flu burung H5N1 di
antara unggas bisa memburuk dari waktu ke waktu menjadi pandemi pada manusia
yang lebih parah daripada pandemi H1N1. Pada tahun 2009, ada 72 kasus H5N1 pada
manusia, dengan 32 kematian. Ini merupakan 44 persen tingkat kematian. Menurut
data WHO, daerah di mana kasus H5N1 manusia berkembang biak juga daerah di mana
virus H1N1 menyebar. Kita perlu terus memantau situasi H5N1. Negara dapat
bekerja sama untuk mengembangkan suatu sistem yang efektif dalam pengawasan dan
pelaporan penyakit di setiap daerah yang berisiko tinggi. Hal ini khususnya
penting ketika keseluruhan kapasitas dan mutu kesehatan hewan dan pelayanan
kesehatan masyarakat tetap rendah di banyak daerah berisiko tinggi.
3. ENDEMIK
Endemik
adalah penyakit menular yang terus menerus terjadi di suatu tempat atau
prevalensi
suatu penyakit yang biasanya terdapat di suatu tempat.
Fenomena endemik:
Penyakit yang umum terjadi pada laju
yang konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi disebut sebagai endemik,
contoh penyakit endemik adalah DBD.
Musim penghujan, serangan penyakit demam berdarah rentan terjadi di sejumlah
daerah di Kota Pekalongan. Termasuk di Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan
Kota Pekalongan Utara. Warga Kandang Panjang mulai mengeluhkan indikasi demam
berdarah (DB) setelah beberapa warganya dilarikan ke rumah sakit akibat DB.
Dinas Kesehatan Kota Pekalongan hingga bulan Oktober 2013 telah mencatat
terjadi 56 kasus demam berdarah (DB). Dua di antaranya meninggal. Dwi
mengatakan, ada lima titik rawan yang menjadi endemik nyamuk demam berdarah.
Lima daerah ini antara lain Kelurahan Medono, Kauman, Bendan, Pasir Sari, dan
Kandang Panjang. “Menjelang musim hujan warga agar waspada, kubur barang-barang
yang mampu menampung air,” kata dia.
Demam berdarah disebabkan karena virus yang masuk ke alirah darah melalui
vektor, antara lain gigitan nyamuk Aedes aegypty. Orang yang terkena demam
berdarah menunjukkan gejala demam tinggi, pusing dan bercak merah. Sejauh ini
belum ada obat yang spesifik melawan penyakit ini. Pasien biasanya hanya diberi
cairan tubuh untuk menghindari dehidrasi akibat demam dan muntah. Sementara
untuk obat biasanya hanya untuk menghilangkan nyeri dan meredakan demam.
4. SPORADIK
Kejadian ini relative berlangsung singkat umumnya
berlangsung di beberapa tempat dan pada
waktu pengamatan masing-masing kejadian
tidak saling berhubungan, misalnya dalam proses
penyebarannya
Sepanjang
tahun 2010 NE yang bersifat sporadik
seringkali dapat terjadi pada peternakan ayam, baik pada peternakan ayam
broiler (pedaging), petelur komersial maupun breeder, dapat terjadi bila mana
tidak digunakannya antibiotika yang berfungsi sebagai growth promoters atau problem infeksi oleh Emeria spp. Di Indonesia kasus NE
yang dijumpai pada ayam menyebabkan naiknya angka kematian ayam dan diare.
Penyakit NE merupakan salah satu penyakit yang paling sering muncul dan
mengancam industri pedaging di seluruh dunia. Bahkan Barnes (2000) telah
melaporkan bahwa penyakit ini mempengaruhi lebih dari 40 % ternak broiler
komersil akhir-akhir ini.
Secara ilmiah penyakit NE disebabkan oleh toksin dari bakteri jenis
Clostridium perfringens yang berkembang pada usus unggas. Toksin yang
dihasilkan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan lapisan usus sehingga
menyebabkan infeksi klinis dan subklinis akut. Sumber infeksi bisa
berasal dari kontaminasi air, pakan, kotoran, dan lingkungan. Gejala
klinis yang paling sering ditemukan adalah terjadi peningkatan kematian unggas
yang mendadak mendadak. Unggas yang terlihat sehat dapat mati dalam hitungan
jam.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ini
diantaranya adanya kerusakan pada mukosa usus (misalnya akibat dari
infeksi parasit, koksidia, salmonella, dan E colli), gangguan imunosupresi
(misalnya akibat dari penyakit gumboro, marek, dan mycotoxin), perubahan pola
pemberian pakan yang secara tiba-tiba (dari pakan starter menjadi pakan grower,
tekstur atau komposisi pakan yang berubah), serta pemberian tipe ransum
yang tidak mudah dicerna. Faktor-faktor tersebut dapat mengganggu
mikroflora alami di usus dan dapat menciptakan lingkungan yang nyaman
bagi pertumbuhan Clostridium.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko ayam
terkena penyakit NE diantaranya dengan menjaga tingkat biosekuriti dan
higienitas yang baik di peternakan, pengendalian koksidiosis secara
optimal, dan menjaga kesehatan usus dengan memberikan produk-produk yang dapat
memodulasi mikroflora usus (prebiotik). Jangan ketinggalan meminimalkan tingkat
stres pada ayam yang dapat menyebabkan perubahan lingkungan usus.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar